Kesederhanaan. Demikian kesan pertama yang didapat Kabari dari maestro keroncong Gesang (alm). Pertemuan Kabari dengan pencipta lagu Bengawan Solo itu terjadi tidak disengaja pada November 2007 saat Kabari meliput sebuah acara kesenian yang digagas Pemerintah Kota Surakarta.
Usai acara, Kabari menghampiri sang maestro yang bernama lengkap Gesang Martohartono dan memperkenalkan diri. Dia meminta Kabari bersuara agak keras, karena daya pendengarannya sudah berkurang. “Mohon dimaklum Dik, penyakitnya orang tua,” kata Gesang dengan suara pelan. Untuk itu, Kabari menaikan level jangkauan volume pada perekam video, agar suara sang maestro dapat terekam. Dan meski dadakan dan berlangsung singkat, wawancara itu cukup sukses.
Lagu “Bengawan Solo” sudah sangat melekat dengan Gesang. Lagu ini diciptakan pada Gesang tahun 1940 saat dirinya masih berusia 23 tahun. Gesang mengaku sangat mengagumi Sungai Bengawan Solo. Tak heran dia sering menghabiskan waktu dengan duduk di tepian Sungai Bengawan Solo menyaksikan derasnya air mengalir.
Dari sungai itulah Gesang kemudian mendapatkan inspirasi menciptakan lagu Bengawan Solo yang sangat terkenal. Padahal pria yang lahir 1 Oktober 1917 tidak bisa menulis notasi lagu. Lagu Bengawan Solo ini kemudian banyak disalin ke dalam bermacam versi bahasa. Salah satu negara yang masyarakatnya menyukai lagu ini adalah negara Jepang.
Ihwal ini bisa jadi disebabkan karena adanya keterikatan sejarah antara kedua negara. Seusai Perang Dunia ke-2 dan tentara Jepang meninggalkan Indonesia, lagu itu dibawa serta oleh tentara Jepang ke negaranya.
Mereka memang menyukai lagu “Bengawan Solo”, seperti dilaporkan Kyodo News, Nobuo Ikegami, seorang veteran Jepang yang pernah menjadi Komandan Kamp Penahanan di Indonesia sekitar tahun 1943-1945 , menceritakan bahwa semasa dirinya berdinas, dia sering menyanyikan lagu “Bengawan Solo”.
Usai perang dan Ikegami kembali ke negaranya, lagu itu masih terus dinyanyikan Ikegami. Ternyata bukan hanya Ikegami yang menyenangi lagu “Bengawan Solo”, tapi banyak juga tentara Jepang yang lain. Kata Ikegami, seringkali mereka menyanyikan lagu “Bengawan Solo” untuk mengenang masa-masa saat mereka bertugas di Indonesia.
Lama-kelamaan, lagu itu akhirnya jadi populer di kalangan masyarakat Jepang. Tahun 1947, penyanyi Jepang Toshi Matsuda melakukan rekaman atas lagu ini dengan lirik berbahasa Jepang. Sejak itu lagu “Bengawan Solo” semakin populer saja.
Setelah Toshi Matsuda, berikutnya banyak artis Jepang yang juga ikut mempopulerkan lagu “Bengawan Solo”, salah satunya penyanyi wanita Miyako Harumi.
Waljinah, penyanyi keroncong yang juga sahabat Gesang pernah bercerita, suatu kali dirinya dan Gesang pernah diundang pemerintah Jepang dalam sebuah acara kesenian. Di Hotel tempat mereka menginap mereka takjub melihat lagu “Bengawan Solo” digunakan untuk mengiringi senam masyarakat Jepang.
Bukan itu saja, sutradara legendaris Jepang, Akira Kurosawa juga menyertakan lagu ini dalam film karyanya yang berjudul "NORA INU (Stray Dog)" yang dibuat pasca Perang Dunia ke-2.
Karena ciptaannya itu, Gesang sering diundang ke Jepang dalam berbagai acara. Sampai kini pun, Gesang masih rutin menerima royalti atas lagu Bengawan Solo yang diputar di Jepang.
Rakyat Jepang memang memiliki hubungan khusus dengan Indonesia, selain karena keterikatan sejarah, tapi juga karena “Bengawan Solo”nya Gesang. Untuk menggambarkannya, Duta besar Jepang Koziro Shioziri menyempatkan diri terbang dari Jakarta ke Solo untuk melayat ke rumah (alm) Gesang di Jalan Bedoyo Nomor 5 Kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo, Jawa Tengah, Jumat (21/05/2010).
Kepada wartawan, Koziro Shioziri mengatakan, Gesang di mata masyarakat Jepang adalah tokoh seniman Indonesia yang sangat digemari dan dicintai. Lagu ‘Bengawan Solo’ menjadi penghubung kebudayaan antara Indonesia dan Jepang. “Lagu-lagu ciptaan Gesang sampai ke Jepang dan ini menunjukkan betapa masyarakat Indonesia sangat ramah dan sangat menghargai alam,” ujar Koziro seraya mengatakan dirinya hapal lagu “Bengawan Solo”.Reviews